Beranda | Artikel
Belajar Bahasa Arab [15]
Rabu, 19 Oktober 2016

Program Belajar Kaidah Bahasa Arab 1 Bulan

Bismillah. Kaum muslimin yang dirahmati Allah, alhamdulillah kita bisa bertemu kembali dalam pelajaran kaidah bahasa arab. Pada kesempatan ini kita akan masuk pada pembahasan isim-isim yang majrur. Diantaranya apabila isim tersebut terletak setelah huruf jar.

Dalam contoh kalimat misalnya كتبت بالقلم ‘katabtu bil qolami’ artinya ‘aku menulis dengan pena’. Di dalam kalimat ini kata al-qalam dibaca majrur atau diakhiri dengan kasroh. Mengapa ia tidak dibaca qalamu atau qalama; ya, karena ia didahului huruf jar. Isim yang dimasuki huruf jar harus dibaca majrur. Huruf ba’ -yang dibaca bi- ini termasuk huruf jar.

Huruf jar yang lain misalnya ‘min’ artinya ‘dari’. Contoh dalam kalimat yang berbunyi الرسالة من رجل ‘ar-risalatu min rojulin’ artinya ‘surat itu dari seorang lelaki’. Di sini kata ‘rojul’ dibaca majrur sehingga dibaca dengan akhiran kasroh ‘rojulin’. Mengapa demikian; karena ia dimasuki atau didahului huruf jar yaitu kata ‘min’. Oleh sebab itu tidak boleh dibaca ‘min rojulan’ atau ‘min rojulun’; yang benar adalah dibaca ‘min rojulin’.

Contoh yang lain adalah kata ‘fi’ artinya ‘di dalam’. Misalnya dalam kalimat yang berbunyi الرجل في المسجد ‘ar-rojulu fil masjidi’ artinya ‘lelaki itu di masjid’. Di sini kata masjid dibaca majrur ‘fil masjidi’ bukan ‘fil masjida’ atau ‘fil masjidu’. Ia dibaca majrur karena dimasuki oleh huruf jar yaitu fi. Intinya setiap isim yang didahului huruf jar maka ia harus dibaca majrur/diakhiri kasroh.

Selain itu termasuk isim yang harus dibaca majrur adalah apabila ia menempati posisi sebagai mudhaf ilaih. Mudhaf ilaih adalah isim yang menjadi sandaran bagi isim sebelumnya. Misalnya dalam ungkapan طالب العلم ‘tholibul ‘ilmi’ artinya ‘penuntut ilmu’. Di sini kata ‘ilmi dibaca majrur sebagai mudhaf ilaih; yaitu kata yang disandari. Adapun kata ‘tholibu’ ia sebagai kata yang disandarkan dan disebut dengan istilah mudhaf. Yang harus dibaca majrur adalah mudhof ilaih, adapun mudhof maka ia bisa marfu’, manshub atau majrur tergantung jabatannya di dalam kalimat.

Contoh lain dari mudhof ilaih adalah باب المسجد ‘baabul masjidi’ artinya ‘pintu masjid’ di sini kata ‘masjid’ diakhiri dengan kasroh karena ia sebagai mudhof ilaih. Oleh sebab itu tidak boleh dibaca menjadi ‘baabul masjida’ atau ‘baabul masjidu’. Yang benar dibaca ‘baabul masjidi’. Jadi, apabila ada isim atau kata benda yang disandari atau menjadi mudhof ilaih maka dibaca majrur.

Adapun mudhof bisa berubah-ubah bacaannya. Misalnya dalam kalimat جاء طالب العلم ‘jaa’a tholibul ‘ilmi’ artinya ‘telah datang penuntut ilmu’. Di sini kata ‘tholibu’ dibaca marfu’ -dengan akhiran dhommah- karena sebagai fa’il atau pelaku dari kata ‘jaa’a’. Fa’il harus marfu’. Adapun kata ‘ilmi’ dalam ungkapan ‘tholibul ‘ilmi’ dibaca majrur karena ia menempati posisi sebagai mudhof ilaih.

Dari pembahasan ini bisa kita simpulkan bahwa ada dua sebab utama isim dibaca majrur yaitu apabila ia menempati posisi setelah huruf jar atau ia menjadi mudhof ilaih. Selain kedua keadaan ini bisa juga isim dibaca majrur misalnya apabila menjadi sifat bagi isim sebelumnya. Misalnya dalam kalimat كتبت بالقلم الجديد ‘katabtu bil qalamil jadiidi’ artinya ‘aku menulis dengan pena yang baru’.

Di sini kata al-qalami dibaca majrur karena dimasuki huruf jar yaitu bi, sedangkan kata al-jadiidi juga dibaca majrur karena sebagai sifat bagi kata al-qalam. Yang namanya sifat i’robnya mengikuti kata yang disifati. Karena yang disifati majrur -qalami- maka sifatnya juga majrur -jadiidi’. Oleh sebab itu tidak boleh dibaca ‘bil qalamil jadiida’ atau ‘bil qalamil jadiidu’, yang benar ‘bil qalamil jadiidi’.

Demikian yang bisa kita bahas pada kesempatan ini. Semoga bermanfaat.

Unduh materi dari sini : belajar-15


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/belajar-bahasa-arab-15/